Psikologi
adalah cabang ilmu yang berusaha mempelajari jiwa yang ternyata mendapatkan
banyak kesulitan karena objek penyelidikannya adalah abstrak, yang tak dapaat
diselidiki secara langsung, tetapi diselidiki keaktifan-keaktifannya yang
terlihat melalui
manifestasi tingkah laku atau perbuatan.
Begitu uniknya jiwa itu
sehingga cara pendekatannya pun melalui berbagai cara yang berbeda-beda. Dalaam
makaalaah ini akan diterangkan beberapa pendekatan-pendekatan dalam psikologi,
di antaranya adalah: Pendekatan
Filosofis, Pendekatan Fisiologis, Pendekatan Psikofisis, Pendekatan
Antroposentris, Pendekatan Fungsionalis, dan Pendekatan Saintifik.
A. Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis
melalui psikologi filsafat berhubungan rapat dengan agama dan ilmu filsafat
yang mempelajari apakah jiwa itu?, bagaimana wujudnya?, ke mana perginya
setelah manusia mati?, dan sebagainya. Pengetahuan ini tak dapat dicapai
oleh indera kita, maka disebut juga psikologi metaphisika. Oleh karena cara
peninjauannya sangat bersifat spekulatif, maka disebut juga psikologi
spekulatif. Pendekatan filosofis yaitu suatu pendekatan untuk
menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode
filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karna masalah dalam pendidikan tidak
hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan saja, yang hanya terbatas pada
pengalaman.[1]
Pendekatan filosofis
dalam psikologi yaitu melakukan pendekatan psikologi dari aspek spiritual atau
jiwa semata-mata dengan berpandukan intuitif, hasil renungan atau proses
pemikiran bahkan berdasarkan sumber-sumber religius yang berkaitan dengan jiwa.[2]
Dalam pendidikan akan
muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks, lebih mendalam, yang tidak
terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual dan tidak dapat
dijangkau oleh sains. Pengetahuan ini tidak bisa dicapai oleh indera manusia,
oleh karna itu pendekatan filosofis juga disebut sebagai Psikologi Metaphisika.
Beberapa metode yang
bersifat filosofis, antara lain:
1.
Metode Intuitif
Metode intuitif adalah
melakukan penyelidikan dengan jalan sengaja atau tidak sengaja dalam pergaulan
sehari-hari. Dalam keadaan terakhir itu kita mengadakan penilaian terhadap
sesama kita atau benar-benar ingin kita ketahui keadaannya, melalui kesan kita
terhadap orang-orang tersebut. Dalam langkah seperti ini, kesan pertama adalah
peranan yang paling besar dalam pengambilan kesimpulan. Sudah tentu metode ini
kurang memenuhi syarat. Karenanya harus dikombinasikan dengan metode-metode
lain guna memperoleh kesimpulan yang dapat dipercaya.
2. Metode
Kontemplatif
Metode kontemplatif
adalah melakukan penyelidikan dengan jalan merenungkan objek yang akan
diketahui dengan mempergunakan kemampuan berfikir kita. Alat utama yang
dipergunakan adalah pikiran kita yang benar-benar sudah dalam keadaan objektif.
Dalam arti murni tidak tercampur dengan alat-alat lain, serta tidak tercampur
juga dengan pengaruh-pengaruh luar yang bersifat lahiriah dan biologis. Metode
ini sering digunakan sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan pada abad ke-17,
karena pandangan empirisme menjadi domonan. Pandangan ini menyatakan bahwa
untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui empiri atau pengalaman, sehingga
observasi untuk memperoleh kenyataan yang objektif dan pendapat sebelumnya yang
tidak lagi memuaskan oleh para ahli, ditinggalkan.
Rene Descrates, seorang
ahli filsafat Perancis, menggunakan pendekatan filsafat dalam mempelajari
tentang psikologi. Menurut Descrates psikis merupakan dunia mental, dan badan
atau jasmani merupakan dunia material,
dua hal yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda.
3. Metode
Besifat Filosofis Relijius
Metode ini dilakukan
dengan mempergunakan materi-materi agama, sebagai alat utama untuk meneliti
pribadi manusia. Nilai-nilai yang terdapat dalam agama itu merupakan
kebenaran-kebenaran yang absolute dan pasti benar. Dengan kata lain kita
menyelidiki jiwa manusia beserta beserta segala seginya dengan menggunakan
materi-materi agama yang tertera dalam Kitab Suci sebagai norma standart
penilaian.
Menurut
Islam, jiwa yang bersih dari maksiat dan dosa, serta selalu bertaqarrub kepada
Allah SWT. akan menimbulkan sikap yang tenaang dan peruatan yang serba baik dan
benar. Sebaliknya, jiwa yang kotor, banyak berbuat keslahan dan jauh dari Allah
akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan dirinya dan orang
lain, serta selalu dirundung keresahan.[3]
Menurut
Achmad Mubarak, desain kejiwaan manusia diciptakan tuhan sangat sempurna,
berisi kapasitas-kapasitas kejiwaan, seperti berpikir, merasa dan berkehendak.
Jiwa merupakan sistem (disebut sistem nafsani)
yang terdiri dari subsistem Aql, Qalb, Bashirat, Syahwat da Hawa. Aql
(akal) merupakan problem solving capacity, yang bisa berfikir dan membedakan
yang baik dan buruk. Qalb (hati) merupakan perdana menteri dari sistem nafsani.
Dialah yang memimpin kerja jiwa manusia. Qalb memiliki otoritas memutuskan
sesuatu tindakan. Bashirat juga bisa disebut nurani, dari kata nur, dalam
bahasa Indonesia menjadi hati nurani. Menurut konsep tasawwuf, Bashirat adalah
cahaya ketuhanan yang ada dalam hati. Introspeksi, tangis, kesadaran,
religiositas, god spot, bersumber dari sini. Syahwat adalah motif kepada
tingkah laku. Syahwat adalah sesuatu yang manusiawi dan netral. Suka kepada
berlawanan jenis, bangga terhadap anak-anak, menyukai benda berharga adalah
beberapa bentuk syahwat. Hawa pula adalah dorongan kepada objek yang rendah dan
tercela. Perilaku kejahatan, marah, frustasi, sombong dan sebagainya bersumber
dari Hawa. Karakteristik hawa adalah ingin segera menikmati apa yang diinginkan
tanpa memedulikan nilai-nilai moralitas. Orang yang memenuhi tuntutan hawa, tindakannya
cenderung distruktif.[4]
Dalam bahasa Indonesia disebut hawa nafsu, atau menurut teori Freud disebut id.
B.
Pendekatan
Fisiologis
Pengertian dari segi bahasa, fisiologi
merupakan turunan biologi yang mempelajari bagaimana kehidupan berfungsi secara
fisik dan kimiawi, yaitu kajian mengenai kehidupan benda hidup. Fisiologi
merujuk pada pengkajian mengenai sifat fisikal benda hidup, cara organise
berinteraksi satu sama lain dan juga dengan alam sekitar dengan kelebihan atau
kekurangan fisikal tersebut. Fisiologi menggunakan berbagai metode ilmiah untuk
mempelajari biomolekul, sel, jaringa, organ, sistem organ, dan organisme secara
keseluruhan menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya untuk mendukung kehidupan.
Para ahli psikologi fisiologi mencoba
menemukan hubungan antara proses biologi dengan perilaku. Bagaimana hormon seks
mempengaruhi perilaku, bagian otak mana yang mengontrol ucapan.[5]
Banyak aspek perilaku manusia dan fungsi
mental yang tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa ada dasar pengetahuan
mengenai proses biologis. Sistem saraf kita, yaitu organ indera, otot dan
kelenjar memungkinkan kita untuk menyadari keadaan lingkungan serta untuk
menyesuaikan diri kita terhadap lingkungan itu. Persepsi kita terhadap berbagai
peristiwa yang terjadi tergantung pada cara bagaimana organ indera kita
mendeteksi adanya stimulus dan bagaimana otak kita menafsirkan informasi yang
datang dari indera itu. Sebagian besar perilaku kita didorong oleh berbagai
kebutuhan seperti rasa lapar, haus dan usaha menghindari kegagalan atau rasa
sakit. Kemempuan kita berbahasa, berpikir dan memecahkan masalah tergantung
pada struktur otak yang luar biasa rumitnya.[6]
Dalam arti kata lain, pendekatan
fisiologis adalah pendekatan berdasarkan aspek fisiologis semata-mata dan tidak
berkaitan dengan jiwa dan perasaan.[7]
Seperti contoh, sekiranya kita menemui seorang lelaki dewasa yang bercakap
dengan terbata-bata dan tidak lancar. Jika diperhatikan dari aspek fisiologis,
ketidaklancaran lelaki tersebut berbicara mungkin saja diakibatkan oleh
kerusakan pada bagian tertentu pada otak yang mengontrol aktivitas percakapan,
sehingga mengakibatkan perbuatan tersebut.
C.
Pendekatan
Psikofisis
Psikofisis terdiri dari dua kata yaitu
“Psiko” yang berarti jiwa, dan “fisis” yang diambil dari kata fisik. Berlainan
dengan sebelumnya, pendekatan-pendekatan hanya dilakukan berdasarkan aspek
dalaman atau aspek luaran semata-mata. Pendekatan psikofisis yaitu pendekatan
yang dilakukan melalui kedua aspek yaitu aspek dalam (jiwa) dan aspek luar
(fisik), dan kedua aspek ini saling berhubungan antara satu dengan yang lain.[8]
Beberapa ahli psikologi memandang
kegiatan kejiwaan sebagai suatu sistem psikofisis. Psikologi yang modern justru
mempergunakan metode-metode experimental dengan mengambil manfaat dari
kemajuan-kemajuan penemuan di bidang psikologi dan matematika, guna mempelajari
dan menganalisa persoalan-persoalan psikologi. Beberapa peristiwa kejiwaan yang
dapat diterangkan dari adanya pengetahuan yang sangat lengkap tentang neurology
misalnya, sehingga para ahli berpendapat bahwa ada kerja sama yang erat antara
jiwa dan jasmani.
Teori ini telah dinyatakan sebelumnya
oleh seorang ahli filsafat asal Perancis, Rene Descartes, yang menyatakan bahwa
psikis dapat mempengaruhi badan, dan sebaliknya badan juga dapat mempengaruhi
psikis. Hubungan ini dinamakan mutual interaction. Descartes menafikan teori
sebelumnya yang menyatakan bahwa hubungan hanya searah, yaitu hanya psikis yang
mempengaruhi badan.
Penemuan-penemuan modern telah
membuktikan bahwa fisik bisa mempengaruhi kejiwaan manusia. Seperti halnya
dengan mendengarkan lagu-lagu yang berentak perlahan mampu melahirkan perasaan
yang tenang. Sebaliknya lagu-lagu yang rancak bisa melahirkan rasa agresif.
Sehingga beberapa eksperimen telah dilakukan dengan menanamkan microelectrode
pada bagian-bagian tertentu dalam otak. Suatu sensasi rasa senang akan
dirasakan sekiranya distimulasi dengan arus listrik yang lemah. Begitu juga
sebaliknya, kejiwaan mampu mempengaruhi fisik manusia. Seperti contoh, dalam
bidang kedokteran, dokter mengakui bahwa keruwetan-keruwetan rohani, tekanan
jiwa, dapat mempengaruhi kondisi tubuh, sehingga membuatkan kurang nafsu makan,
daya tahan tubuh berkurang dan akibatnya penyakit lebih mudah untuk menyerang.
Karena itu dokter kadang-kadang justru hanya memberikan terapi kejiwaan saja,
sedang terapi jasmani hanya diberikan dengan suntikan aquadest.[9]
D.
Pendekatan
Antroposentris
Antroposentris adalah teori etika
lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.[10] Suatu
kebijakan dan tindakan yang baik dalam kaitan dengan lingkungan hidup akan dinilai
baik kalau mempunyai dampak yang menguntungkan bagi kepentingan manusia.
Pendekatan antroposentris ini memusat
pada manusia, kita melihat bahwa tiap pendekatan kepribadian memiliki filosofi
interistik hakikat manusia.
Manusia bukan saja merupakan makhluk
sosial, yaitu makhluk yang harus hidup dengan sesamanya dan selalu membutuhkan
kerjasama dengan sesamanya, tetapi lebih dari itu manusia juga mempunyai
kepekaan sosial. Kepekaan sosial berarti kemampuan untuk menyesuaikan tingkah
laku dengan harapan dan pandangan orang lain. Misalnya seseorang akan berbeda
kalau menghadapi orang yang sedang marah, gembira ataupun sedih.[11]
Allah telah menciptakan potensi
kehidupan manusia yang berupa naluri, yaitu:
1.
Naluri beragama
Naluri
ini mendorong manusia untuk mensucikan sesuatu yang mereka anggap sebagai wujud
dari sang pencipta, maka dari itu dalam diri manusia ada kecenderungan untuk
beribadah kepada Allah. Namun tidak semua manusia itu menyembah atau beribadah
kepada Allah, ada seseorang itu yang musyrik atau tidak mengakui adanya tuhan.
2.
Naluri mepertahankan diri
Naluri
ini mendorong manusia untuk melaksanakan berbagai aktifitas dalam rangka
melestarikan kelangsungan hidup. Berdasarkan hal ini maka pada diri manusia ada
rasa takut, keinginan menguasai.
3.
Naluri melangsungkan keturunan
Naluri
ini mendorong manusia untuk melangsungkan jenis manusia, manusia memiliki
kecederungan seksual, rasa cinta pada tiap-tiap pasangannya.[12]
E.
Pendekatan
Fungsionalis
Fungsional adalah penyesuaian diri
sebagai proses untuk mempertemukan tuntunan diri sendiri dan lingkungannya.
Contoh: seorang pedesaan hidupnya lebih sopan dan lebih santun dibandingkan
dengan orang kota, karena mayoritas orang desa hidupnya paguyuban atau
patembayan, sedangkan orang kota hidupnya pasundan dan individual.
Pendekatan fungsional adalah pendekatan
psikologi yang melihat bagaimana cara beradaptasi seseorang dengan
lingkungannya. Contoh: di dalam rumah tangga ada ayah, ibu dan enam anak
laki-laki dan satu anak perempuan, dilihat dari adaptasinya anak perempuan itu
cenderung bertingkah seperti laki-laki karena terpengaruh oleh lingkungan
keluarganya yang dominan laki-laki.
Penyesuaian diri didefinisikan sebagai
proses usaha untuk mempertemukan tuntunan diri sendiri dan lingkungan.[13]
James menjelaskan bahwa psikologi
fungsionalis adalah psikologi yang memandang psikis (mind) sebagai fungsi atau digunakan oleh organisme untuk
menyesuaikan atau adaptasi dengan lingkungannya. Fungsionalis mempelajari
psikis tidak bertitik tolak pada komposisi atau struktur dari psikis atau
struktur mental yang terdiri dari elemen-elemen, tetapi dari fungsi ataau
proses mental yang mengarah pada akibat-akibat yang praktis.[14]
Jean Peaget dalam teori perkembangan
kognitif menerangkan bahwa adaptasi biologi terhadap lingkungan merupakan
bagian dari intelegensi seseorang. Ada tiga aspek intelegensi yang dikemukakan
oleh piaget, yaitu aspek struktur, struktur dan organisasi terhadap lingkungan,
tapi
pikiran manusia lebih dari meniru struktur realita eksternal secara pasif.
Adaptasi terhadap lingkungan terjadi dalam dua cara yakni Asimilasi dan
Akomodasi. Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia luar & mencocokkannya ke
dalam struktur yang sudah ada, dapat dikatakan bahkan asimilasi merupakan
proses penyesuaian lingkungan yang sudah ada dan mencocokannya kepada manusia
itu sendiri. Sedangkan akomodasi, organisasi memodifikasi dirinya sehingga
menjadi lebih menyukai lingkungannya. Ketika seseorang mengakomodasi sesuatu,
mereka mengubah diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal. Jadi
dapat dikatakan bahwa proses akomodasi merupakan proses penyesuaian diri manusia itu sendiri kepada
lingkungannya.[15]
F.
Pendekatan
Saintifik
Sains adalah ilmu pengetahuan yang
dipakai sebagai kata kolektif untuk menunjukkan bermacam-macam pengetahuan yag sisitematis
dan objektif serta dapat diteliti kebenarannya.
Pendekatan saintifik adalah pendekatan
dengan cara memahami aspek perilaku tertentu, yang dapat dipakai untuk
menjelaskan semua prilakunya. Contoh: ada seseorang yang terdiam dan merenung,
dilihat dari pendekatan filosofisnya mungkin dia mempunyai gangguan pada jiwanya.
Kalau dilihat dari pendekatan antroposentrisnya mungkin dia dilihat dari naluri
biologisnyadia belum makan sehingga merasakan lapar dan lemas. Kalau dilihat
dari pendekatan fungsional mungkin dia mengalami masalah di rumah dengan
keluarga sehingga tempat itu digunakan pelarian untuk merenung. Kalau dilihat
dari pendekatan saintifiknya mungkin kita dapat memahami aspek prilaku sebelum
kejadian ini terjadi, kita dapat meneliti dan mengamati sesungguhnya apa yang
terjadi sehingga ini bisa merasaa seperti ini.
Pengetahuan yang dilakukan secara
sistematis menghasilkan hkum dan teori, hukum akan dikgunakan untuk menerangkan
hubungan-hubungan ang teratur dan sudah dapat diduga. Sedangkan teori akan
dipergunakan untuk menjelaskan hasil eksperimen atau data dan teori akan
menjelaskan bagaimana penemuan mutakhir telah menghasilkan sesuatu.
Kesimpulannya adalah
bahwa teori mempunyai dua peranan. Pertama, memberikan pemahaman yang merupakan
tujuan penelitian ilmiah. Kedua, teori dapat merangsang penelitian lebih lanjut
untuk mengembangkan pengetahuan baru.[16]
[1] F.
Patty. DKK, Pengantar Psikologi Umum.
(Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hal 14.
[2] Wasty
Sumanto, Pengantar Psikologi.
(Jakarta: PT Bina Aksara, 1988), hal 76.
[3] M.
Sholihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak
Tasawuf. (Bandung: Penerbit Nuansa, 2005), hal 258.
[4] Ibid.,
hal 71.
[5] Jurnal Ilmiyah Psikologi. (Jakarta:
Psikobuana, 2009), hal 15.
[6]
Nurdjannah Taufiq dan Ruqmini Barhana, Introduction
to Psychology. (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 1997), hal 137.
[7] Wasty
Sumanto, Pengantar Psikologi, hal 79.
[8] Ibid.,
hal 82.
[9]
Nurdjannah Taufiq dan Ruqmini Barhana, Introduction
to Psychology, hal 126.
[10] M.
Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiyah Populer. (yogyakarta:
Arkola, 1994), hal 38.
[11] Jurnal Ilmiyah Psikologi, hal 17.
[13] Linda L
Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar.
(Surabaya: Erlangga, 1981), hal 176.
[14] Bimo
Walgito, Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta:
ANDI, 2002), hal 52.
[15]
Wikipedia, “Fungsionalisme Struktur”, dalam http: // id. Wikipedia. Org/ wiki/
fungsionalisme- struktural. (01, April 2012).
[16] Linda L
Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar, hal
38.
2 Komentar untuk "MACAM-MACAM PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI"
kak ijin copas ya... terimakasih...